A.
Pengertian
Hemoglobin
Hemoglobin merupakan molekul yang
terdiri dari kandungan heme (zat besi) dan rantai polipeptida globin
(alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam eritrosit dan bertugas untuk
mengangkut oksigen. Kualitas darah ditentukan oleh kadar haemoglobin. Stuktur
Hb dinyatakan dengan menyebut jumlah dan jenis rantai globin yang ada. Terdapat
141 molekul asama amino pada rantai alfa, dan 146 mol asam amino pada rantai
beta, gama dan delta.
Nama Hemoglobin merupakan gabungan dari
heme dan globin. Heme adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi,
sedang globin adalah protein yang dipecah menjadi asam amino. Setiap orang
harus memiliki sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah
sekitar lima juta sel darah merah per millimeter darah. Hemoglobin dapat diukur
secara kimia dan 5 6 jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indek
kapasitas pembawa oksigen pada darah.
B.
Fungsi
Hemoglobin
1.
Mengangkut O2 dari
organ respirasi ke jaringan perifer dengan cara membentuk oksihemoglobulin.
Oksihemoglobin ini akan beredar secara luas pada seluruh jaringan tubuh. Jika
kandungan O2 di dalam tubuh lebih rendah dari pada jaringan paru-paru, maka
ikatan oksihemoglobulin akan dibebaskan dan O2 akan digunakan dalam metebolisme
sel.
2.
Mengangkut karbon
dioksida dari berbagai proton, seperti ion Cldan ion hidrogen asam (H+ ) dari
asam karbonat (H2CO3) dari jaringan perifer ke organ respirasi untuk
selanjutnya diekskresikan ke luar. Oleh karena itu, hemoglobin juga termasuk
salah satu sistem buffer atau penyangga untuk menjaga keseimbangan pH ketika
terjadi perubahan PCO2 (Martini, 2009).
C.
Struktur Hemoglobin
Hemoglobin
adalah metaloprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi dalam sel merah
dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin adalah suatu protein dalam
sel darah merah yang mengantarkan oksigen dari paru-paru ke jaringan di seluruh
tubuh dan mengambil karbondioksida dari jaringan tersebut dibawa ke paru untuk
dibuang ke udara bebas ( Evelyn, 2000 ).
Molekul
hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme,
suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein hemoglobin
mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati,
di antaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia.
Hemoglobin
tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu
sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin
chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam
kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul
hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa 8 dan 2 rantai gama yang dinamakan
sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung
4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta
yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan
berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16,000
Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi sekitar 64,000
Dalton.
Pusat
molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang
menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin
yang mengandung besi disebut heme . Tiap subunit hemoglobin
mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki
kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi
melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah.
Kapasitas
hemoglobin untuk mengikat oksigen bergantung pada keberadaan gugus prastitik
yang disebut heme. Gugus heme yang menyebabkan darah berwarna
merah. Gugus heme terdiri dari komponen anorganik dan pusat atom besi.
Komponen organik yang disebut protoporfirin terbentuk dari empat cincin pirol
yang dihubungkan oleh jembatan meterna membentuk cincin tetra pirol.
Empat gugus mitral dan gugus vinil dan dua sisi rantai propionol terpasang pada
cincin ini ( Nelson dan Cox, 2005 ).
Hemoglobin
juga berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel darah yang bikonkaf,
jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka keluwesan sel darah merah
dalam melewati kapiler jadi kurang maksimal. Hal inilah yang menjadi alasan
mengapa kekurangan zat besi bisa mengakibatkan anemia. Jika nilainya kurang
dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila nilainya kelebihan
akan mengakibatkan polinemis (Evelyn, 2000).
Setiap rantai globin terdiri atas
delapan daerah helik dan terdapat daerah nonhelik di antara daerah helik
tersebut dan pada terminal-terminal karboksil dan amino. Sekelompok heme
letaknya tersisip ke dalam celah yang terdapat pada permukaan dari tiap-tiap
rantai globin. Heme pada dasarnya bersifat nonpolar dan sebagian penggabungannya dengan globin dipertahankan
oleh interaksi hidrofobik dengan asam amino nonpolar pada lapisan celah heme
tersebut. Tiap-tiap atom besi yang terdapat pada heme dapat membentuk hingga
enam ikatan dan empat ikatan di antaranya terbentuk akibat ikatan antara atom
besi tersebut dengan atom pirol nitrogen.
Rantai yang sebelah tepi dari
residu-residu histidin (asam amino E7 dan F8 di dalam rantai α dan β ) terletak
pada tiap tepi bidang datar dari kelompok heme yang berinteraksi dengan atom
besi, akan tetapi hanya satu di antaranya yang membentuk ikatan permanen, yaitu
bagian proksimal dari histidin sedangkan bagian distalnya berhubungan dengan sekelompok heme tetapi
tidak membentuk ikatan dengan atom besi. Enam ikatan terbentuk oleh adanya
molekul oksigen, di mana penggabungannya dengan heme yang berada di tepi distal.
D.
Faktor-Faktor
Mempengaruhi Kadar Hemoglobin
a) Kecukupan Besi dalam tubuh
Menurut
Parakkasi, Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin, sehingga anemia gizi besi
akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan kandungan
hemoglobin yang rendah. Besi juga merupakan mikronutrien essensil dalam
memproduksi hemoglobin yang berfungsi mengantar oksigen dari paru-paru ke
jaringan tubuh, untuk diekskresikan ke dalam udara pernafasan, sitokrom,
dan komponen lain pada sistem enzim pernafasan seperti sitokrom oksidase,
katalase, dan peroksidase. Besi berperan dalam sintesis hemoglobin
dalam sel 13 darah merah dan mioglobin dalam sel otot. Kandungan ±
0,004% berat tubuh (60-70%) terdapat dalam hemoglobin yang disimpan sebagai feritin
di dalam hati, hemosiderin di dalam limfa dan sumsum tulang
(Zarianis,2006).
Kurang
lebih 4% besi di dalam tubuh berada sebagai mioglobin dan
senyawa-senyawa besi sebagai enzim oksidatif seperti sitokrom dan
flavoprotein. Walaupun jumlahnya sangat kecil namun mempunyai peranan
yang sangat penting. Mioglobin ikut dalam transportasi oksigen menerobos
sel-sel membran masuk kedalam sel-sel otot, sitokrom, flavoprotein, dan
senyawa-senyawa mitokondria yang mengandung besi lainnya, memegang
peranan penting dalam proses oksidasi menghasilkan Adenosin Tri Phosphat (ATP)
yang merupakan molekul berenergi tinggi. Sehingga apabila tubuh
mengalami anemia gizi besi maka terjadi penurunan kemampuan bekerja (WHO
dalam Zarianis, 2006). Menurut Kartono J dan Soekatri M, kecukupan besi
yang direkomendasikan adalah jumlah minimum besi yang berasal dari makanan
yang dapat menyediakan cukup besi untuk setiap individu yang sehat pada
95% populasi, sehingga dapat terhindar kemungkinan anemia kekurangan
besi (Zarianis, 2006).
b) Metabolisme Besi dalam tubuh
Menurut
Wirakusumah, Besi yang terdapat di dalam tubuh orang dewasa sehat berjumlah
lebih dari 4 gram. Besi tersebut berada di dalam 14 sel-sel darah merah atau
hemoglobin (lebih dari 2,5g), mioglobin (150 mg), phorphyrin
cytochrome, hati, limfa sumsum tulang (> 200-1500 mg). Ada dua bagian
besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang di pakai untuk keperluan
metabolic dan bagian yang merupakan cadangan. Hemoglobin, mioglobin,
sitokrom, serta enzim hem dan non hem adalah bentuk besi
fungsional dan berjumlah antara 25-55 mg/kg berat badan. Sedangkan besi
cadangan apabila dibutuhkan untuk fungsi-fungsi fisiologis dan jumlahnya 5-25
mg/kg berat badan. Feritin dan hemosiderin adalah bentuk besi
cadangan yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang.
Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi, pengangkutan,
pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran (Zarianis, 2006).
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin dari Segi Asupan Makanan
1.
Budaya pangan:
Kegiatan budaya
suatu keluarga, suatu kelompok masyarakat, suatu negara mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap apa, kapan dan bagaimana penduduk makan.
2.
Pola makanan
Di beberapa
daerah pedesaan di Asia Tenggara umumnya makan satu atau dua kali sehari. Cara
penyiapan pangan secara tradisional, biasanya tidak menggunakan bahan bakar dan
cenderung mempertahankan zat gizi yang terdapat dalam pangan.
3.
Pembagian makanan dalam keluarga
Kekurangan
pangan dalam rumah tangga akan menyebabkan kecukupan gizi anggota keluarga
terganggu. Kekurangan pangan yang kronik akan berpengaruh terhadap kadar
hemoglobin.
4.
Besar keluarga
Banyaknya
anggota dalam suatu keluarga akan mempengaruhi pemenuhan gizi keluarga
tersebut.
5.
Faktor pribadi
Faktor pribadi
dan kesukaan yang mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi
penduduk.
6.
Pengetahuan gizi
Pengetahuan
yang kurang menyebabkan bahan makanan bergizi yang tersedia tidak dikonsumsi
secara optimal. Kesalahan pemilihan bahan makanan dan pola makan yang salah,
cukup berperan dalam terjadinya anemia (Depkes RI, 2003).
7.
Tampilan
uatu bahan
makanan dianggap memenuhi selera atau tidak, tergantung tidak hanya pada
pengaruh sosial dan budaya tetapi juga dari bentuk makanan secara fisik.
8.
Status kesehatan
Tingkat
konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang.
9.
Segi psikologi
Sikap manusia
terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan
respon-respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa
kanak-kanak.
10. Kepercayaan terhadap
Makanan
Manusia selalu
berpikir dalam menentukan menu dari makanan yang akan dikonsumsi. Bahwa makanan
tertentu akan memberikan dampak bagi tubuh mereka (Irianti, 2008).
E. Macam macam Pemeriksaan Hb
Penetapan kadar hemoglobin
ditentukan dengan bermacam-macam cara, yaitu :
1. Cara sahli
Penetapan Hb metode Sahli didasarkan
atas pembentukan hematin asam setelah darah ditambah dengan larutan HCl 0.1N
kemudian diencerkan dengan aquadest. Pengukuran secara visual dengan
mencocokkan warna larutan sampel dengan warna batang gelas standar. Metode ini
memiliki kesalahan sebesar 10-15%, sehingga tidak dapat untuk menghitung indeks
eritrosit. Penetapan kadar Hb metode oksihemoglobin didasarkan atas pembentukan
oksihemoglobin setelah sampel darah ditambah larutan Natrium karbonat 0.1% atau
Ammonium hidroksida. Kadar Hb ditentukan dengan mengukur intensitas warna yang
terbentuk secara spektrofotometri pada panjang gelombang 540 nm. Metode ini
tidak dipengaruhi oleh kadar bilirubin tetapi standar oksihemoglobin tidak
stabil.
Prinsip
: Hemoglobin diubah menjadi hematin asam, kemudian warna yang terjadi
dibandingkan secara visual dengan standar dalam alat. Cara sahli ini banyak
dipakai di Indonesia, walaupun cara ini tidak tepat 100%, akan tetapi masih
dianggap cukup baik untuk mengetahui apakan seseorang kurang darah. Kesalahan
dalam melakukan pemeriksaan ini kira-kira 10 %. Kelemahan cara sahli ini adalah
hematin asam itu bukan merupakan larutan sejati dan juga alat hemoglobinometer
sukar distandardisasi. Selain itu, tidak semua macam hemoglobin dapat diubah
menjadi hematin, misalnya karboxy hemoglobin, methemoglobin dan sullfhemoglobin
2.
Cara
cyanmethemoglobin
Prinsipnya adalah hemoglobin diubah menjadi
cyanmethemoglobin dalam larutan drabkin yang berisi kalium sianida dan kalium
ferisianida. Absorbensi larutan diukur pada panjang gelombang 540 nm. Larutan
drabkin yang dipakai untuk mengubah hemoglobin, oxyhemoglobin, methemoglobin,
dan karboxymoglobin menjadi cyanmethemoglobin, sedang sulfhemoglobin tidak berubah
karena tidak diukur. Cara ini sangat bagus untuk laboratorium rutin dan sangat
dianjurkan untuk penetapan kadar hemoglobin dengan teliti karena standar
cyanmethemoglobin yang ditanggungkan kadarnya stabil dan dapat dibeli. Larutan
drabkin teridri atas natrium bikarbonat 1 gram, kalium sianida 50 mg, kalium
ferisianida 200 mg, aqudest 100 ml. (Gandasoebrata, 2006)
Metode cyanmethemoglobin adalah yang
paling popular karena metode ini secara praktis mengukur seluruh hemoglobin,
selain sulfohemoglobin. Kelebihan dari metode ini adalah standar yang digunakan
tetap stabil dalam waktu yang lama. Menurut metode ini, darah dicampur dengan
larutan Drabkin untuk memecah hemoglobin menjadi cyanmethemoglobin, daya
serapnya kemudian diukur pada panjang gelombang 540 nm dalam calorimeter
fotoelektrik atau spektrofotometer. Penggunaan HbCN dalam menentukan kadar
hemoglobin yaitu dengan mengencerkan darah sebanyak 250 kali dalam volumenya
dengan larutan Drabkin (Ronardy, 2002).
Penentuan nilai hemoglobin tergantung pada kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya
pada ratio kuning hijau yang merupakan spectrum sinar tampak. Darah diencerkan
dengan menggunakan larutan yang mengandung kalium sianida dan kalium
ferisianida yang akan mengubah semua jenis hemoglobin. Dalam pemeriksaan hemoglobin
metode cyanmethemoglobin digunakan photometer 5010 dengan menggunakan larutan
Drabkin (Anonim, 2001).
3. Cara tallquist
Prinsipnya adalah membandingkan darah asli dengan
suatu skala warna yang bertingkat-tingkat mulai dari warna merah muda sampai warna
merah tua.
Cara ini hanya mendapatkan kesan dari kadar hemoglobin
saja, sebagai dasar diambil darah = 100% = 15,8 gr hemoglobin per 100 ml darah.
Tallquist mempergunakan skala warna dalam satu buku mulai dari merah muda 10%
di tengah-tengah ada lowong dimana darah dibandingkan dapat dilihat menjadi
darah dibandingkan secara langsung sehingga kesalahan dalam melakukan
pemeriksaan antara 25-50%.
4. Cara sulfat
Cara ini dipakai untuk menetapkan kadar hemoglobin
dari donor yang diperlukan untuk transfuse darah. Hasil dari metode ini adalah
persen dari hemoglobin. Perlu diketahui bahwa kadar hemoglobin cukup kira-kira
80% hemoglobin. Kadar minuman ini ditentukan dengan setetes darah yang
tenggelam dalam larutan kufrisulfat dengan berat jenis. (Bakri S, 1989)
Prinsip : Cara ini hanya dipakai untuk
menetapkan kadar hemoglobin dari donor yang diperlukan untuk kebutuhan
transfusi darah. Hasil metode ini adalah persen hemoglobin. Kadar hemoglobin
dari seorang donor cukup kira-kira 80% hemoglobin. Kadar minimum ini ditentukan
dengan setetes darah yang tenggelam dalam larutan cupri sulfat dengan berat
jenis 1,053
NO
|
NAMA
|
Jenis Kelamin
|
UMUR
|
KADAR HB
|
KETERANGAN
|
1
|
Hana Asiya
|
Perempuan
|
19 tahun
|
10,2
|
Rendah
|
2
|
Istianah
|
Perempuan
|
18 tahun
|
8
|
Rendah
|
3
|
Izmi Nur Rasyida
|
Perempuan
|
20 tahun
|
9,2
|
Rendah
|
4
|
Ilham Wahyu Sasongko
|
Laki-laki
|
|
11,8
|
Rendah
|
5
|
Luthfa Nadia
|
Perempuan
|
19 tahun
|
11,2
|
Rendah
|
F. Hasil Pengamatan
G.
Pembahasan
Dari hasil percobaan diatas didapatkan hasil bahwa kadar Hb semua probandus
rendah. Karena nilai kadar Hb normal pada
wanita dewasa antara 12-16 gram/dl. Sedangkan, untuk laki-laki dewasa kadar Hb
normal antara 14-18 gram/dl. Dari hasil pemeriksaan kelima probandus menunjukan
nilai Hb di bawah normal. Apabila kadar Hb rendah bisa digolongkan menjadi anemia.
Berdasarkan klasifikasi derajat anemia menurut WHO, anemia dapat digolongkan
menjadi 4 golongan antara lain:
1.
Ringan sekali : Hb 10,00 gr% - 13,00 gr%
2.
Ringan : Hb 8,00 gr% - 9,90 gr%
3.
Sedang : Hb 6,00 gr% - 7,90 gr%
4.
Berat : Hb <6,00 gr%
Berdasarkan klasifikasi tersebut
probandus Hana, Ilham, dan Lutfa termasuk dalam anemia ringan sekali.
Sedangkan, probandus Istianah dan Izmi termasuk anemia ringan.
Hal tersebut
terjadi karena beberapa faktor, antara lain :
a.
Sakit
b.
Kelelahan
c.
Kurang tidur
d.
Belum makan
e.
Pola makan
Bagi probandus yang kadar Hb rendah sebaiknya lebih
banyak mengonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi, vit B12 antara lain
susu, kacang-kacangan, buah-buahan antara lain semangka, kismis, anggur, tomat,
apel, pisang, jeruk, stroberi dan alpukat, telur, dan cokelat.
DAFTAR PUSTAKA
Gandasoebrata. 2006. Penuntun
Laboratorium Klinik. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
Ronardy, 2002. Penetapan
Kadar Hemoglobin. Jakarta, Buku Kedokteran. (Diakses pukul 12;14 tgl 2 juni 2015)